Rabu, 23 Februari 2011

Kemukjizatan Dewi Kwan Im



Kemukjizatan Dewi Kwan Im

Di antara para 神明 Sen Ming {Hok Kian: Sin Beng} / Dewata yang dipuja di kelenteng, 觀音佛祖 Kwan Im Hut Co oleh para penganutnya dianggap paling sering menampakkan kemukjizatan. Seorang yang dengan penuh ketulusan membaca mantera : 南無大悲觀世音菩薩 Nan Wu Da Bei Guan Shi Yin Pu Sa {Na Mo Ta Pei Kwan Se Im Pho Sat}, cepat atau lambat akan mendapat pertolongan dari Kwan Im, tergantung dari KETULUSAN dan KARMA orang tersebut pada saat mengucapkan.

Kemukjizatan Kwan Im Hut Co banyak disaksikan & diceritakan oleh para penganutnya. Seperti Bunda Maria (dalam agama Katolik), yang dilaporkan seringkali menampakkan diri atau melakukan mukjizat penyembuhan seperti di Lourdes, atau patungnya mencucurkan air mata. Kemukjizatan Kwan Im Hut Co yang ditulis di sini adalah yang tercatat dalam kitab suci maupun pengalaman atau kesaksian seseorang :

  1. Yang termuat dalam Kitab 法圓竹林 Fa Yuan Zhu Lin, a.l. menceritakan tentang Sun Jing De {Sun Keng Tek}. Sun Jing De adalah seorang pegawai negri bagian sosial di kota Ding Zhou, negeri Wei. Sun Jing De telah membuat sebuah arca Dewi Kwan Im dan sangat tekun bersembahyang kepada Sang Dewi. Suatu ketika ia dilibatkan dalam suatu peristiwa perampokan oleh salah seorang pelakunya. Tanpa pemeriksaan & penelitian lagi Sun Jing De lalu dijatuhi hukuman mati. Malam menjelang pelaksanaan hukuman mati, ia bermimpi bertemu seorang pendeta yang mengajarinya untuk membaca doa yang kemudian terkenal dengan nama高王觀世音經 Gao Wang Guan Shi Yin Jing {Ko Ong Kwan Si Im Keng} sebanyak 1.000 kali agar dapat lolos dari kematian. Paginya, pada saat digiring ke tempat pelaksanaan hukuman mati, Sun Jing De masih terus membaca doa itu dengan PENUH KETULUSAN. Tepat pada saat pelaksanaan hukuman mati akan dilaksanakan, Sun Jing De berhasil mencapai jumlah doa ke-1.000. Pada saat golok algojo menebas batang lehernya, terjadilah kemukjizatan: golok tersebut patah menjadi 2 bagian ! Sampai 3X algojo mengganti goloknya, tetap saja Sun Jing De tidak terluka sedikitpun !!! Semua orang yang hadir di situ terkejut luar biasa. Ketika diteliti pada leher, arca Kwan Im buatan Sun Jing De, ternyata terdapat 3 garis seperti bekas goresan benda tajam. Menerima laporan ini, Perdana Menteri Gao Huan lalu memerintahkan agar Sun Jing De dibebaskan dari semua perkara, dan menganjurkan agar doa penolong dari Kwan Im ini ditulis & disebarluaskan. Sejak saat itu Ko Ong Kwan Si Im Keng terkenal sampai sekarang.

  2. Sun Dao De, seorang yang gemar berdoa & hidup di zaman dinasti Jin. Pada usia 50 tahun belum dikaruniai seorang anak. Seorang Bikkhu yang tinggal dalam kelenteng dekat rumahnya menganjurkan agar membaca Guan Yin Jing
    {Kwan Im Keng}. Sejak itu, tak lama kemudian istrinya hamil & kemudian melahirkan seorang anak laki-laki.

  3. Pada Maret 1923 seorang perwira Angkatan Darat Zhang Jiang Jun, berangkat bersama keluarganya dari Shang Hai ke Nan Jing dengan pesawat terbang. Setelah mengudara beberapa saat, tiba-tiba pesawat itu mengalami gangguan mesin & tidak dapat dikuasai. Zhang Jiang Jun yang biasanya sering membaca Doa Penolong Kwan Im, lalu mengajak semua orang yang ada di pesawat untuk berdoa bersama. Baru saja berdoa, dari jendela pesawat tampak Dewi Kwan Im muncul dengan tersenyum di antara awan. Pesawat yang hampir jatuh ke bumi itu mendadak dapat naik kembali dengan mesin hidup kembali. Sekretaris Zhang Jiang Jun sempat memotret wajah Kwan Im yang muncul di antara awan itu.

  4. Pada tahun 1973 seorang perwira Angkatan Udara Amerika (USAF) yang sedang mengadakan penerbangan patroli di atas Selat Taiwan, melihat sekumpulan awan hitam yang berbentuk aneh. Iapun lalu memotretnya. Setelah dicuci, tampaklah foto Kwan Im sedang berdiri di atas seekor naga yang sedang terbang. Peristiwa ini amat menggemparkan & sempat dimuat oleh beberapa surat kabar terkemuka.

  5. Pada Juni 1977 pratima Kwan Im besar di Port Stanley, Hongkong telah bergerak secara ajaib. Peristiwa didahului dengan memancarnya sinar dari batu permata yang ditempelkan pada dahi pratima tersebut, dan disaksikan oleh banyak umat yang pada waktu itu sedang hikmad berdoa. Berita ini sempat dikutip oleh Pikiran Rakyat, Bandung terbitan 7 Juni 1977, dari salah satu Harian di Hongkong.

  6. Guan Ming, seorang penulis dari Malaysia, menceritakan pengalamannya yang dimuat dalam buku “Popular Deities of Chinese Buddhisme” terbitan tahun 1985. Pada awal tahun 1979 Guan Ming mengalami suatu peristiwa spiritual luar biasa yang telah mengubahnya menjadi umat Budhis yang taat. Berminggu-minggu ia berdoa kepada Tuhan untuk kesembuhan adik lelakinya yang mengidap kanker ganas. Doa itu didengar oleh Yang Maha Kuasa dan tanpa terduga Kwan Im Hut Co muncul di hadapannya. Kwan Im tak hanya akan menyembuhkan adiknya, tetapi juga mengatakan bahwa ia akan dikaruniai seorang putra pada tahun berikutnya. Adiknya yang divonis dokter hanya dapat bertahan hidup beberapa minggu lagi, ternyata sembuh total !!! Dan pada tahun 1980 ia dikaruniai seorang putra, tepat seperti yang telah diucapkan oleh Kwan Im. Sejak itu Guan Ming mendirikan perkumpulan doa Kwan Im yang berpusat di Malaysia, utnuk menyebarkan Agama Buddha dan memuja Kwan Im.

Membicarakan kemukjizatan Kwan Im mungkin memerlukan buku setebal Encyclopedia Britanica, karena tiap penganut memiliki cerita tersendiri tentang pengalamannya. Untuk mempercayai hal-hal demikian bagi orang awam memang tidak mudah. Tapi apabila kita berkeyakinan bahwa semua agama adalah berasal dari 1 SUMBER, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, dan diturunkan melalui Nabi yang berbeda, di tempat yang berbeda adat istiadatnya, dan pada zaman yang berbeda pula {Orang, Tempat & Waktu}, kita tak usah heran dengan kemukjizatan seperti itu. Sebab hal itupun terjadi pula pada penganut agama lain, dengan catatan mereka telah mengamalkan ajarannya secara BENAR & TULUS.

Sebab beragama itu sebenarnya adalah pengalaman pribadi dan tidak dapat dipaksakan kepada orang lain yang tentunya punya pengalaman yang berbeda dengan kita. Jadi yang benar adalah kita mengamalkan ajaran agama masing-masing yang sesuai dengan diri kita, tanpa harus menjelekkan agama orang lain & menganggap agama sendiri adalah yang paling benar. Dengan demikian kita akan dapat hidup damai, tenggang rasa & saling menghargai dengan agama lain.

O

San Kuan Ta Ti



Sam Kwan Tai Te – Kaisar 3 Dunia

San Guan Da Di {Hok Kian = Sam Kwan Tai Te} adalah Tri Murti Taois, dianggap sebagai wakil Tuhan Yang Maha Esa di dunia. Nampak dalam perwujudan sebagai Kaisar Tiga Dunia : Langit, Bumi & Air, terdiri dari 3 (tiga) orang, dan secara umum disebut San Jie Gong {Hok Kian = Sam Kai Kong}.

Sebutan untuk San Goan Da Di ada bermacam-macam :

Pertama, sebutan San Yuan {Hok Kian = Sam Gwan}. Sebutan ini menunjukkan waktu ketiga Kaisar tersebut turun ke dunia, yaitu :

  1. Cia Gwe Cap Go (tgl 15 bulan 1 Imlek) = Shang Yuan {Hok Kian = Siang Gwan}
  2. Cit Gwe Cap Go (tgl 15 bulan 7 Imlek) = Zhong Yuan {Hok Kian = Tiong Gwan}
  3. Cap Gwe Cap Go (tgl 15 bulan 10 Imlek) = Xia Yuan {Hok Kian = He Gwan}

Kedua, sebutan San Guan {Hok Kian = Sam Kwan}. Sebutan ini ditinjau dari pangkatnya, yaitu: Tian Guan, Di Guan, Shui Guan, yang merupakan pemberi berkah, pengampunan dosa & pelindung dari bencana & malapetaka.

Ketiga, terkenal dengan sebutan San Goan Da Di {Hok Kian = Sam Kwan Tai Te}. Gelar ini diberikan oleh Maha Dewa Yuan Shi Tian Zun.

Tian Guan diberi gelar Zi Wei Da Di {Hok Kian = Ci Wi Tai Te}.

Di Guan diberi gelar Qing Xu Da Di {Hok Kian = Ching Hi Tai Te}

Shui Guan diberi gelar Dong Xu Da Di {Hok Kian = Thong Hi Tai Te}

Ketiga Da Di ini secara bersama-sama disebut San Guan Da Di.

Penjelasan San Guan Da Di adalah sebagai berikut:

1. Tian Guan {Thien Kwan} = Dewa Penguasa Langit; menguasai peredaran matahari, bulan, bintang, udara, dan benda semesta lainnya. Tian Guan turun ke dunia untuk memberikan berkah kepada umat manusia setiap tanggal 15 bulan 1 Imlek {Cia Gwe Cap Go}, oleh karena ini beliau disebut Shang Yuan. Gelar lengkapnya adalah Shang Yuan Ci Fu Tian Guan Yi Ping Zi Wei Da Di (disingkat Shang Yuan Tian Guan Da Di), yang berarti sebagai berikut : Zi Wei Da Di adalah gelar Tian Guan, penguasa langit pertama (Tian Guan Yi Ping), pada waktu Shang Yuan (Cia Gwe Cap Go) turun membagi berkah (Ci Fu). Hari Se Jit Tian Guan diperingati setiap tanggal 15 bulan 1 Imlek (Cia Gwe 15).

2. Di Guan {Tee Kwan} = Dewa Penguasa Bumi; berkuasa atas terciptanya semua yang ada di dunia, termasuk manusia, binatang & tumbuhan. Di Guan turun ke dunia untuk mengatur kelahiran & kematian, mengatur hasil panen, mengatur tempat-tempat yang sunyi untuk roh-roh manusia ke akherat dan mengurus pengampunan dosa pada setiap tanggal 15 bulan 7 Imlek {Cit Gwe Cap Go}, oleh karena ini beliau disebut Zhong Yuan. Gelar lengkapnya adalah Zhong Yuan She Zui Di Guan Er Ping Qing Xu Da Di (disingkat Zhong Yuan Di Guan Da Di), yang berarti sebagai berikut : Qing Xu Da Di adalah gelar kehormatan Di Guan, penguasa bumi tingkat menengah (Di Guan Er Ping), pada waktu Zhong Yuan (Cit Gwe Cap Go) datang ke dunia untuk mengampuni dosa-dosa manusia (She Zui). Hari Se Jit Di Guan diperingati setiap tanggal 15 bulan 7 Imlek (Cit Gwe 15).

3. Shui Guan {Cui Kwan} = Dewa yang menguasai peredaran air, hujan, sumber di gunung, sungai, lautan dan mengatur angin yang membawa hujan, banjir & segala sesuatu yang berhubungan dengan air. Shui Guan turun ke dunia untuk mengatur peredaran air & membebaskan manusia dari berbagai musibah yang ada hubungannya dengan air pada tanggal 15 bulan 10 Imlek {Cap Gwe Cap Go}, oleh karena ini beliau disebut Xia Yuan. Gelar lengkap beliau adalah Xia Yuan Jie E Shui Guan San Ping Dong Xu Da Di (disingkat Xia Yuan Shui Guan Da Di), yang berarti sebagai berikut : Dong Xu Da Di adalah gelar kehormatan Shui Guan, Penguasa Air Tingkat Bawah (Shui Guan San Ping), pada waktu Xia Yuan (Cap Gwe Cap Go) datang ke dunia menolong manusia menghindarkan bencana (Jie E). Hari Se Jit Shui Guan diperingati setiap tanggal 15 bulan 10 Imlek (Cap Gwe 15).

Keempat, ada lagi sebutan San Yuan Gong {Hok Kian = Sam Gwan Kong}. Sebutan ini muncul dari anggapan bahwa Tian Guan, Di Guan & Shui Guan sesungguhnya adalah sebutan penuh penghormatan kepada 3 orang kaisar zaman dulu yang terkenal yaitu Kaisar Yao {Hok Kian = Giauw}, Kaisar Shun {Sun}, dan Kaisar Yu {Ie}.

Kaisar Yao [2357 – 2258 SM], Shun [2225 – 2205 SM] & Yu [2205 – 2198 SM] merupakan 3 Kaisar Suci yang adil, bijaksana & sangat memperhatikan kepentingan rakyatnya, sehingga ketiga Kaisar ini menjadi contoh ideal Kong Zi {Khong Hu Cu}, Meng Zi {Beng Cu}, dan para ahli filsafat lainnya dalam mengajar kepada murid-muridnya, dan juga sering digunakan oleh para ahli filsafat tersebut untuk memberi teladan bagi kaisar-kaisar yang bertahta kemudian.

Oleh rakyat, Kaisar Yao, Shun & Yu dipuja sebagai Tian Guan, Ti Guan dan Shui Guan. Mereka bertiga disebut San Yuan Gong dan kelentengnya banyak tersebar di mana-mana. Mereka dipuja sebagai Dewa yang mengawasi perbuatan baik buruk manusia dan Dewa pelindung kehidupan.

Rupang Sam Kwan Tai Te banyak terdapat di dalam kelenteng, baik di daratan Tiongkok maupun di Hongkong. Di Taiwan terutama di Tai Nan ada 3 kelenteng yang khusus menghormati San Guan Da Di, yaitu San Guan Tang, San Jie Tang & San Guan Da Di Miao. Di pulau Jawa penghormatan kepada Sam Kwan Tai Te, selain di kelenteng Kim Tek Ie, Jakarta juga terdapat di kelenteng Tiauw Kak Si, Cirebon, & kelenteng Tay Kak Si, Semarang.

Minggu, 13 Februari 2011

Cerpen: Air Mata Cinta di Hari Valentine

Air Mata Cinta di Hari Valentine


Namaku Nicholas, teman-teman memanggilku Nicky atau Nick. Tahun 2010 ini aku tepat berumur 28 tahun.

Sebagai seorang pegawai kantor dengan jabatan asisten manajer, cukup banyak gadis yang tertarik kepadaku. Yah, mungkin karena uang, bila tak mau dibilang jabatan. Terlebih wajahku yang tampan, menjadi pendukung dan daya tarik tersendiri bagi wanita di sekelilingku.

Namun sepertinya mereka semua harus bertepuk sebelah tangan. Hal ini dikarenakan dari sekian banyak gadis yang mengenalku, hanya ada satu yang membuatku terpikat. Seorang gadis yang bekerja di gedung yang sama denganku, namun berbeda lantai dan perusahaan. Gadis yang telah bekerja sekitar dua tahun di perusahaan tersebut. Bekerja sebagai posisi keuangan dan masih berusia 25 tahun. Namanya Vania, sebuah nama yang indah, seindah pemiliknya.

Vania adalah kekasihku yang keempat, dan semoga, yang terakhir. Masih kuingat saat pertama kali aku tertarik pada lawan jenis adalah ketika aku masih berumur 15 tahun dan duduk di jenjang terakhir SMP kelas 3.

Usia yang masih sangat muda. Bahkan banyak yang bilang itu adalah cinta monyet. Aku tak peduli itu. Banyak teman-teman sekolahku yang juga sudah saling tertarik satu sama lain.

1997.

Aku termasuk murid yang tertutup dan lebih senang membaca dibanding aku harus bergaul dengan teman-teman. Saat itu awal tahun 1997, semester terakhir di SMP. Aku dipindahkan duduk dengan Kelly, gadis yang menjadi kembang sekolah karena kecantikan dan kebaikan hatinya. Tak hanya itu, Kelly juga bintang kelas di sekolah.

Banyak sudah teman yang mendekatinya, namun ditampik begitu saja oleh Kelly dengan alasan dia lebih mementingkan belajar. Sikap dinginnya itu tidak membuat dia dijauhi, namun sebaliknya, semakin banyak teman yang penasaran untuk bisa menaklukkan hatinya. Kelly sendiri tetap pada pendiriannya, takkan memilih siapapun juga untuk dijadikannya sebagai kekasih.

Ketika kami diharuskan duduk semeja berdua, aku sempat bergetar. Betapa tidak. Saat itu aku baru menyadari mengapa Kelly selalu dilirik dan didekati teman-teman di sekolah. Kecantikan yang dimilikinya, walaupun usianya baru 15 tahun, terpancar begitu indah, kulitnya yang putih terawat tanpa sedikitpun ada jerawat dan semacamnya, nyaris sempurna. Mungkin bila tetes air jatuh menitik di kulitnya, air tersebut pasti akan langsung menetes turun dengan cepatnya. Kulitnya yang halus. Rambutnya yang indah tergerai dan harum. Ditambah senyuman memikat yang dimilikinya, dengan lesung pipi yang membuat setiap lelaki yang memandangnya bagaikan terbang di angkasa.

Hampir setiap saat aku mencuri pandang wajahnya yang cantik itu. Posisi dudukku yang tepat di sampingnya bukanlah suatu kesulitan bagiku untuk melakukan hal tersebut. Hingga suatu saat...

"Nick..." Kelly memanggilku. Saat itu kelas kami sedang tak ada guru, sehingga kami mengerjakan tugas untuk pelajaran berikutnya tanpa diawasi guru.

"Ya," Aku meletakkan pen dan menengok memandangnya. Matanya yang indah menatapku tanpa berkedip.

'Aduh, cantik sekali...' Kataku dalam hati. Entah mengapa saat itu jantungku mulai berdegup lebih kencang dari biasanya.

"Mau sampai berapa lama kamu curi pandang seperti itu?"

'Mati aku. Jadi dia tahu kalau aku mencuri pandang dia terus menerus?' Kataku lagi.

"Ng... Nggak... Nggak kok... Kata... Kata siapa?" Ujarku terbata-bata. 'Kenapa lagi nih? Kok jadi gugup gini sih...'

Kelly tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang putih. "Nick, mata tak bisa berbohong lho..."

"Ahh..." Aku segera berpaling dan menutup kedua mataku. Sikapku itu membuat Kelly semakin tertawa lepas.

"Nick, kamu lucu..." Ujar Kelly diantara gelak tawanya. Tangannya entah disengaja atau tidak menepak punggung tanganku.

"Aduuhh..." Aku memekik walaupun tepakannya tidak sakit, tapi lebih mengarah ke pekikan kaget.

"Oh, sorry, sakit ya..." Kelly terhenyak saat menyadarinya. Tangannya menjulur memegang tanganku.

Perbuatannya hanya bisa membuatku semakin terbelalak saja. Jantungku semakin berdegup kencang. Andaikan jantung tak ada jaringan syaraf, mungkin saja sudah lepas dari tempatnya. Tanpa kusadari, refleks aku tarik lenganku dari pegangan Kelly.

"Ma... Maaf..." Ujarku sambil menunduk dan memalingkan wajahku.

"Eh, A... Aku yang minta maaf..." Kelly juga memalingkan wajahnya yang mungkin memerah saat itu.

Itulah pertama kalinya aku mengenal Kelly lebih dari sekedar seorang teman yang sudah saling mengenal sejak dari kelas 1 SD. Keakraban yang tak bertahan lama. Hanya sampai saat kami lulus dari SMP dan saat itu kami terpisah.

Orang tua Kelly meminta putrinya kembali ke Bandung untuk melanjutkan studinya disana. Selama ini Kelly tinggal menumpang di rumah neneknya. Namun tahun ini, nenek Kelly telah meninggalkan dunia, dan rumahnya diwariskan kepada anak sulungnya yang adalah paman Kelly, kakak dari mamanya.

Sejak kepindahannya ke Bandung, tak ada lagi kabar yang terdengar dari Kelly saat itu. Tahun 1997 adalah tahun dimana ponsel masih berupa barang langka yang mahal dan teknologi internet baru mulai dikenal di Indonesia.

Aku melanjutkan studi di sebuah SMA elit di Jakarta. Selama 3 tahun pendidikanku, aku jatuh cinta kepada seorang gadis teman sekelasku. Kehadirannya membuat kenanganku akan Kelly menjadi pudar dan menghilang.

Namun, entah apa yang terjadi. Hubunganku dengan Eva, temanku semasa SMA ini, tak bisa bertahan lama. Seperti halnya dengan Kelly, begitu kami lulus SMA, begitu pula kisah cinta kami terpisah. Orang tua Eva menikahkan putrinya dengan putra seorang jutawan yang telah dijodohkannya sebelumnya. Ketika putra hartawan tersebut pulang setelah selesai menamatkan kuliahnya di luar negeri, pertunangan mereka pun dilakukan. Karena Eva tak ingin aku merasa sakit hati, dia pun menyembunyikannya selama ini.

Tak selamanya yang disembunyikan itu akan aman tak terbongkar. Begitu mengetahui perihal sebenarnya, aku menjadi sakit hati dan sangat membenci Eva. Ternyata selama 3 tahun, dia memanfaatkanku bersama dengannya untuk mengisi kekosongan harinya selama menunggu tunangannya kembali ke Jakarta. Dengan begitu secara tidak langsung, Eva telah menghalangi dan mengecewakan teman-teman yang ingin mendekatiku.

Untungnya, kejadian tersebut tak membuatku gagal mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi ke sebuah universitas terkenal di Australia. Paling tidak, selama 4 tahun aku kuliah disana, aku bisa melupakan sakit hatiku kepada Eva.

Entah karena wajahku yang memang tampan atau bagaimana. Di Australia, aku kembali berkenalan dengan banyak gadis yang tertarik kepadaku. Disana pula, aku menjalin hubungan dengan seorang dari mereka yang bernama Helen, seorang blasteran Indo-Belanda.

Hubungan kami lagi-lagi kandas di tengah jalan. Suatu malam, aku memergoki Helen berjalan dengan seorang lelaki lain di sebuah cafe. Sontak, akupun memutuskan hubunganku dengannya, tanpa memperdulikan tangisnya yang menurutku hanya tangisan dusta.

Tahun 2004, aku lulus kuliah di Australia dan kembali ke Jakarta. Mencari lowongan kerja di surat kabar menghabiskan waktu hampir dua tahun sebelum akhirnya aku mendapatkan posisi nyaman sebagai asisten manajer di kantorku sekarang berada. Setelah bekerja disana sini dengan segala lika-likunya, baru pekerjaanku sekali ini yang menjanjikan masa depan baik untukku.

Suatu hari, karena pekerjaan kantor yang banyak, aku terpaksa harus bekerja lembur. Bertiga dengan temanku, kami mengurung diri di kantor dan berkutat dengan pekerjaan kami yang menumpuk.

Meja kantor yang hanya dibatasi sekat antar satu personil dengan lainnya membuat kami mudah untuk saling berhubungan saat bekerja. Pada saat itu, kantor kami yang sudah memakai jasa pelayanan internet, banyak mempermudah pekerjaan kami.

"Nick, teman Friendster-mu sudah berapa?" Di saat sedang asyiknya bekerja, seorang teman yang duduk di sebelah mejaku berkata memecah keheningan.

"Wah, gak tau juga ya." Ujarku. "Terakhir aku buka sih masih seratusan orang..."

"Seratusan?" Celetuknya lagi. "Payah kau. Katanya lulusan luar negeri, tapi kok punya temen cuma seratusan?"

"Hahahaha..." Seorang teman lain tertawa mendengar perkataan itu. "Tio, Nick itu kan jarang mau bergaul, kutu buku gitu lho..."

"Kata siapa?" Aku menaikkan kacamataku yang turun hingga ke hidungku. "Lihat ya. Suatu saat nanti aku pasti akan menyaingi, bahkan melewati kalian..."

"Di Indonesia lebih mengenal Friendster sih. Coba kalau Facebook, belum tentu kalian ada sebanyak temanku." Kataku lagi. Tahun 2007, di saat budaya Barat sudah mulai menggunakan Facebook, Indonesia baru mulai mengenal situs Friendster.

"Bagus tuh..." Tio tertawa. "Buktikan kalau memang kamu bisa melewati kami!"

"Tentu!" Jawabku dan kembali menekuni pekerjaaanku.

Waktu menunjukkan sekitar pukul tujuh malam ketika pekerjaan kami semua selesai. Sambil merentangkan tanganku melepas penat, aku melirik ke layar komputer yang terpampang halaman depan Friendster.

"Eh, siapa ini? Sepertinya aku kenal deh." Gumamku saat mengenali sesosok foto di layar. Aku mendekat dan melihat lebih jelas lagi. "Ini sepertinya Amelia."

Amelia adalah salah seorang temanku semasa SMP. Aku mengarahkan panah mouse ke fotonya dan menekan mouse. Menunggu sesaat, akupun dibawa ke profilnya.

"Hmm... Iya, benar, ini Amelia." Ujarku lagi. Kutekan tulisan 'Add as Friend' untuk memintanya menjadi temanku.

Tanpa sengaja mataku melirik ke beberapa foto temannya.

"Hei..." Aku terperangah. "Ini..."

Jantungku mulai berdegup kencang saat itu. Betapa tidak! Salah satu foto temannya yang kulihat itu adalah foto seorang yang sangat kukenal. Orang yang telah kulupakan dan tak kuingat-ingat lagi. Siapa nyana, aku bisa bertemu dengannya lagi, walau hanya di dunia maya.

"Mudah-mudahan profilnya tidak dikunci." Gumamku sambil menekan panah mouse di fotonya.

Menunggu beberapa detik, aku pun dibawa ke sebuah halaman profil dan data. Namun apa yang ingin kucari tak kutemui.

"Ya sudah, aku add saja. Mudah-mudahan dia mengenaliku." Kataku.

"Nick, gak mau pulang nih?" Tio menepuk pundakku dari belakang. Tiba-tiba dia memajukan badannya melihat ke layar monitor di depanku.

"Wah, cewek cantik, pantas senyum-senyum sendiri dari tadi..." Gumamnya. "Kelly Monica."

Temanku yang satu lagi mendekat dan bergabung sambil tersenyum. "Mau cari cewek buat nyaingin Friendster kita kali..."

"Mau pulang? Ayolah..." Aku mengalihkan topik pembicaraan dan segera menekan ikon logout Friendster. Aku tak ingin Tio dan temanku melihat profil yang sedang kulihat itu lebih jauh. Sikapku itu membuat kedua temanku tertawa melihatnya.


================

Beberapa hari berlalu. Ketika kembali aku masuk ke Friendster, ternyata Kelly, gadis teman Amelia yang kutambah sebagai teman, menerima permintaan bertemanku. Tak hanya itu, di kolom testimoni khas Friendster, ada pesan yang ditinggalkannya.

"Hai, Nick. Lama tak jumpa. Ada dimana kamu sekarang?"

Aku segera membalas di kolom testimonial di profil Kelly. "Aku sudah ada di Jakarta. Kamu masih di Bandung?"

Begitulah. Sementara aku bisa berhubungan kembali dengan Kelly melalui dunia maya hingga suatu hari aku mengajaknya bertemu ketika pulang kerja.

"Aku sudah lama kembali ke Jakarta, Nick." Kelly berkata sambil menyedot minuman juice jeruk dari sedotan. "Sekarang aku sudah bekerja di toko yang kubuka sendiri."

"Oh ya?" Alisku terangkat. "Toko apa? Dimana?"

"Di Mangga Dua. Toko pakaian." Jawabnya sambil tersenyum.

'Gila. Lesung pipinya masih menawan.' Kataku dalam hati. "Lalu, masih nikah atau sudah single?"

"Hihihi..." Pertanyaanku membuat Kelly tertawa. "Nick, kamu masih lucu seperti dulu. Masih nikah atau sudah single? Memangnya kamu berharap aku single ya?"

"Kalau memang begitu, kenapa?" Tanyaku. "Aku begini-begini masih single lho."

Tertawa Kelly terlepas saat itu mendengar perkataanku.

"Lho kenapa?" Aku menatapnya dengan kening berkerut.

"Tidak. Tidak apa-apa." Kelly mengambil tisu di atas meja dan menutup bibirnya.

"Aku... Aku tertawa karena kamu masih single..." Ujarnya sesaat kemudian.

"Lho, apa ada yang aneh kalau aku single?" Tanyaku lagi.

"Nick, kamu kan tampan. Kalau kamu mau, banyak kok yang akan mau sama kamu." Jawab Kelly.

"Yah, kamu benar." Ujarku sambil memainkan jariku di mulut cangkir kopi yang kuminum. "Tapi semua wanita itu matrelialistik, hanya memandang uang dan jabatan."

"Tidak semuanya begitu kok, Nick." Sahut Kelly.

"Itu kalau kamu kan?" Imbuhku sambil menatap mata indahnya tak berkedip.

"Hihihi..." Kelly tertawa lebar memperlihatkan deretan giginya yang masih sama seperti SMP dulu, putih dan terawat.

"Benar kan?" Tanyaku. "Masih single sampai sekarang?"

"Hmmm..." Cukup lama juga Kelly bergumam sebelum akhirnya dia menjawab. "Sebenarnya sih..."

"Iya..." Alisku terangkat menunggu lanjutan jawabannya.

"Aku sudah punya..." Jawabnya pelan. "Maaf ya, Nick."

"Oh begitu..." Aku menghembuskan nafas menahan kecewa. "Tak apa. Tak apa."

"Aku tak tahu dimana dirimu berada dan aku tak mungkin menunggu sampai selama ini kan?" Kata Kelly. "Umurku sudah 25 lho..."

"Memang sih..." Aku menghembuskan nafasku lagi.

"Jangan kecewa begitu dong, Nick." Kelly menyenggol lenganku. "Kamu masih bisa memilikiku kok."

"Maksudmu?"

"Ya, aku pernah dengar orang berkata begini." Kelly menatap lekat kedua mataku. "Dalam suatu hubungan percintaan, walaupun sangat dekat, namun rasa saling menghargai pasangannya tidak sebesar rasa menghargai seorang teman sejati."

"Teman sejati itu teman sehati. Dia akan selalu ada disaat suka maupun duka, senang maupun sedih. Tak pernah mengeluh dalam kesulitan. Selalu berada di sana sebelum dia dibutuhkan. Selalu memberikan pundaknya sebagai tempat menangis dan selalu menyadarkan sahabatnya di jalan yang benar."

"Semua itu jauh lebih terasa sebagai sahabat sejati dibandingkan sebagai pasangan. Mengapa? Karena dalam hubungan suatu cinta, bisa saja hubungan itu terputus dan berhenti. Namun persahabatan akan selamanya terjalin sampai maut menjelang."

"Itulah mengapa sebagian orang lebih memilih untuk bersahabat daripada berkomitmen." Lanjut Kelly.

"Jadi maksudmu kita jadi..."

"Sahabat." Ujar Kelly memotong kalimatku. "Sahabat baik. Sahabat sejati. Yang saling memperhatikan dan mengisi."

"Tapi..." Aku masih tak bisa menerima kenyataan ini.

"Nick, dalam persahabatan, ada sesuatu yang bisa dilakukan, dan sesuatu itu tak bisa dilakukan dalam berpasangan."

"Apa?" Tanyaku dalam suara malas.

"Sebagai sahabat sejati, tak ada rahasia yang tersembunyi di antara keduanya. Namun sebagai pasangan hidup, masih sering kali ada rahasia di antara mereka."

Aku masih diam termenung memikirkan perkataan Kelly barusan.

"Maaf, Nick." Kata Kelly lagi. "Kalau kamu mencintaiku, kamu pasti akan menerimaku sebagai sahabat sejatimu."

"Bagiku, seorang sahabat sejati jauh lebih berarti daripada pasangan hidupku. Sesuatu yang tak bisa kuceritakan kepada pasanganku, bukan tidak mungkin kamu sebagai sahabat sejatiku bisa menjadi tempat tersebut menggantikannya."

"Bagaimana?" Kelly masih tak berkedip menatap kedua mataku.

Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya aku mengangkat tanganku. "Oke, deal!"

"Deal!" Kelly mengangkat tangannya dan mengacungkan kelingking kanannya sebagai tanda persahabatan. Ketika kedua kelingking kami saling mengait, itulah tanda persahabatan kami dimulai.

Setelah janji persahabatan kami malam itu, entah kenapa perasaanku menjadi lega. Aku tak lagi merasa terikat dengan ketidakpastian selama ini. Dengannya pula, aku bisa membuka hatiku kepada gadis lain untuk mengenalku lebih dekat.

Kesempatan itu datang pada pertengahan tahun 2008. Vania, seorang gadis manis yang tak sengaja bertemu denganku di pintu masuk, menarik perhatianku. Itu kali pertamanya dia berada di gedung tempat aku bekerja, datang untuk memenuhi undangan wawancara. Aku masih sempat mengantarkannya hingga ke pintu masuk perusahaan yang berbeda lantai dengan kantorku tersebut, sebelum akhirnya aku pergi meninggalkannya.

Selang seminggu kemudian, aku kembali bertemu dengan Vania. Pagi itu kami mengantri untuk mendapatkan layanan lift menuju ke lantai atas.

"Lho, Vania?" Sapaku saat melihat gadis itu.

"Eh, Koko Nick..." Vania tersenyum membalas sapaanku.

"Wawancara lagi ya?" Tanyaku.

"Tidak dong. Aku sudah bekerja mulai hari ini." Jawab Vania. Senyumnya masih belum lepas dari bibirnya.

"Oh, selamat ya." Kujulurkan tanganku menyalaminya.

"Terima kasih, Ko." Vania menerima salam tanganku. "Koko di kantor apa?"

"Oh, di lantai 17." Kataku. Tepat saat itu lampu lift di depan kami menyala dan pintu lift membuka. "Mari."

Vania dan aku melangkah masuk ke dalam lift yang sama. Kami masih sempat berbicara beberapa saat ketika akhirnya aku meninggalkan kartu namaku kepadanya.

"Ini kartu namaku. Siapa tahu suatu saat kamu butuhkan." Kataku saat memberikannya kartu namaku.

Ketika aku bertemu dengannya lagi di tempat yang sama tiga hari kemudian, aku mencoba menawarkannya untuk makan siang bersama hari itu. Aku sudah bersiap untuk ditolaknya, karena tak selamnya usaha pertama kita akan berhasil. Siapa sangka, Vania menerimanya.

Sejak saat itu, kami pun semakin lama semakin akrab. Bahkan bukan saja kami sering makan siang bersama, namun kami juga sudah pulang bersama suatu sore. Beberapa minggu kemudian, ketika aku menawarkan diri untuk menjemput Vania, gadis itu kembali menerimanya.

Tak berapa lama kemudian, kami pun resmi menjadi pasangan. Aku masih sempat mengenalkan Vania kepada Kelly, seperti yang pernah aku janjikan kepadanya bahwa aku akan mengenalkan pasanganku padanya. Disana Kelly juga membawa pasangannya yang sudah kukenal terlebih dulu.

====================


Menjelang akhir Januari 2011, aku mendapat kabar mengejutkan dari Kelly. Hubungannya dengan pasangannya putus tanpa alasan yang jelas. Kelly sendiri masih menyimpan kepedihan hatinya dariku. Sebagai sahabatnya, akupun tahu diri untuk tidak memaksanya.

Hingga suatu malam, Kelly memintaku menjemputnya dari tokonya. Waktu itu kebetulan aku sedang tugas di luar kantor, sehingga aku bisa langsung menjemputnya. Kepada Vania, aku memberitahukannya agar dia pulang sendiri hari itu. Namun selebihnya aku tidak menceritakan bahwa aku sedang bersama dengan Kelly.

Di kantin tempatnya bekerja, Kelly menceritakan alasannya, bahwa mereka tidak melanjutkan hubungan karena kedua orang tua pasangannya tidak menyetujui perbedaan agama mereka berdua. Selama ini keduanya selalu menyembunyikan dari orang tua kedua belah pihak.

Hari itu keluarga pasangannya datang melamar Kelly di depan kedua orang tuanya. Pada saat itulah, rahasia yang selama ini mereka tutup sebaik mungkin, terkuak di depan mereka semua. Kelly akhirnya memutuskan untuk berpindah agama demi pasangannya, namun pasangannya menolaknya. Sebaliknya dia yang memutuskan untuk berpindah agama demi Kelly. Namun ternyata niat mereka berdua ditentang habis oleh orang tua pasangannya.

Keadaan semakin genting saat di dalam emosinya, Kelly mendapatkan pasangannya membentak dan mencaci kedua orang tuanya. Kelly tak menerima kedua orang tuanya diperlakukan seperti itu oleh pasangannya. Orang tua Kelly yang semua menyetujui kekasihnya, kini berbalik menentangnya. Akhirnya baik Kelly dan orang tuanya memutuskan kalau hubungan keduanya tak mungkin lagi berlanjut. Hal mana tentunya merupakan sebuah keputusan yang membahagiakan bagi orang tua pasangannya.

Aku tersentak mendengar penjelasan Kelly kepadaku. Untuk pertama kalinya seumur hidupku, aku melihat gadis yang kini telah menjadi sahabatku itu menitikkan air matanya.

"Aku... Aku tak tahu lagi harus bagaimana, Nick..." Ujar Kelly dengan bibir bergetar berusaha menahan agar tangisnya tak meledak.

"Kel," Sepasang tanganku menjulur memegang kedua tangannya. "Menangislah bila kamu merasa itu memang perlu. Kalau kamu merasa itu bisa membuatmu lega. Aku sahabatmu, aku akan selalu ada untukmu..."

"Te... Terima kasih... Nick..." Bulir air mata Kelly kembali menetes dan membasahi punggung tanganku yang masih memegang jemarinya itu.

Entah bagaimana caranya, pada saat aku masih memegang tangan Kelly, tepat di hadapanku muncul sesosok tubuh yang tak ingin kulihat saat itu. Setidaknya aku tak ingin dia muncul disana sekarang, melihat aku memegang tangan Kelly dan menghiburnya.

PLAKK!!!

Sebuah tamparan mendarat dengan tiba-tiba di pipi kiriku.

"Koko! Tak kusangka! Ternyata dugaanku selama ini benar!" Sosok yang muncul mendadak dan menamparku itu membuatku melepaskan peganganku pada tangan Kelly. Kelly sendiri tersentak menyadari kehadiran mendadak sosok itu dan langsung saja Kelly menarik tangannya dari peganganku.

"Vania!!" Aku terbelalak melihat kemunculan yang tiba-tiba itu. Pipiku yang menjadi tempat tamparannya masih terasa pedas hingga membuatku mengusapnya. "Kenapa kamu bisa berada disini?"

"Kenapa aku tidak boleh berada disini?" Vania membentakku dengan mata membelalak dan kedua tangan dikacak pinggang.

"Mak... Maksudmu?"

Vania menggeleng. Kedua matanya mulai berkaca-kaca saat itu. "Aku sudah lama curiga padamu, Ko. Hari ini semuanya terbukti."

"Tunggu..." Aku berdiri dari dudukku. "Ini semua salah paham. Aku dan Kelly hanya sahabat."

"Mau berapa kali kamu membohongiku dengan kata-kata itu, Ko?" Ujar Vania. "Koko kira aku tidak tahu kedekatan kalian berdua seperti apa?"

Kelly, yang saat itu kuharapkan bisa membantuku menjelaskan semuanya, ternyata masih menunduk sedih, tak banyak bisa membantuku. Aku pun meraih lengan Vania.

"Lepaskan!!" Vania menampik peganganku.

"Vania, dengarkan dulu!!" Aku masih mencoba membujuknya, berharap Vania bisa memberiku kesempatan menjelaskan semua ini.

"Mendengarkan semua kebohonganmu? Iya?" Bentak Vania. Semua pengunjung kantin itu melihat ke arah kami. Sungguh kami saat itu bagaikan pemain sandiwara yang sedang ditonton dalam sebuah siaran langsung.

"Vania..."

"Cukup, Ko!! Aku tak mau dengar lagi!" Kata Vania dengan suara keras. "Kita putus!!"

BLEDAARRR!!!

"Kita putus!!"

Ucapan itu terngiang kembali di telingaku, walaupun saat itu Vania sudah membalikkan badannya dan meninggalkan tempat itu dengan merengut kesal. Entah kenapa aku juga tak berinisiatif mengejarnya. Hanya bisa terpaku dalam kebingungan mendengar dua kata yang menyakitkan itu.

Aku terduduk dengan lemas di hadapan Kelly. Orang-orang di kantin yang tadinya melihat kejadian itu, kini sudah kembali kepada kesibukan masing-masing.

"Nick. Vania, kenapa tidak kamu kejar?" Kelly mengangkat kepalanya dan perkataannya menyadarkan lamunanku.

"Ke... Kejar?" Terbengong aku mengikuti perkataannya.

"Iya, kejar dia. Mumpung dia belum jauh." Kata Kelly lagi. "Siapa tahu masih ada harapan?"

"Kamu bagaimana?" Tanyaku.

"Jangan pikirkan aku! Pentingkan Vania. Aku tak apa-apa disini." Ujar Kelly.

Akhirnya aku bangun dari tempat dudukku dan mengejar sesuatu yang tidak pasti arahnya. Entah kemana Vania menghilang. Aku berlari, berlari dan terus berlari. Namun, selain para pengunjung yang melihatku dengan tatapan mata bingung, aku tak melihat Vania sama sekali, begitupun bayangannya.

Tiba-tiba terpikir olehku untuk menghubungi nomor ponsel Vania. Kusambar ponsel dari saku bajuku dan menekan nomor tertentu.

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar servis area. Silakan hubungi beberapa saat lagi." Terdengar suara operator yang menjawab panggilanku.

Aku menekan nomor lainnya. Hasilnya sama. Tidak aktif.

"Aaaarrrgggghhhhhhh!!!" Aku menjerit dalam keputusaanku. Kuremas rambutku, tanpa peduli ponsel yang masih kugenggam itu nyaris jatuh karenanya.

"Rumahnya!" Aku lantas berlari ke tempat parkir mobil dan menyalakan mesin untuk mengejarnya. Tak lupa aku menghubungi Kelly memberitahukan bahwa aku telah pergi dari tempat tersebut.

Ternyata Vania tidak pulang ke rumahnya malam itu. Walau aku telah menunggunya sampai larut malam, tak ada tanda-tanda kehadirannya akan pulang. Bahkan adik lelakinya keluar dari dalam rumah dan memberitahuku bahwa Vania malam itu tidak pulang. Dia juga tak mau menjawab dimana Vania berada malam itu. Akhirnya aku hanya bisa pulang dengan tangan hampa.

Malamnya, pikiranku galau dan tak bisa beristirahat dengan tenang. Tak tahan dengan semuanya, aku menyambar kunci mobil dan bertolak ke rumah Kelly.

Malam itu, aku menginap di rumah Kelly. Semua kepedihan yang kurasakan kuceritakan kepadanya. Kini ganti aku yang membutuhkan tempat mencurahkan semuanya.

Ketika keesokan harinya aku tiba di kantorku, aku menyempatkan diri ke kantor tempat Vania bekerja. Sayangnya, hari ini Vania tidak masuk kerja. Entah hilang kemana dia dari terakhir aku bertemu dengannya di rumah makan itu semalam.

Aku tak menyerah. Aku tetap mencari tahu Vania dan berharap untuk bertemu dengannya. Namun, Vania bagaikan hilang ditelan bumi. Bahkan kabar terakhir yang kudapat, dia memutuskan untuk berhenti kerja dan pulang ke Bangka, kampung halamannya.

Hilang sudah semua harapanku. Aku gagal total. Hubunganku dengan Kelly tak kunjung jadi, malah menjadi persahabatan. Di saat aku berharap aku bisa menjalin hubungan dengan Vania, justru semuanya menjadi berantakan hanya karena kesalahpahaman yang semestinya bisa dimengerti dan diterima.

Sore itu, hujan mengguyur kota Jakarta dengan derasnya. Aku mengemudikan mobilku tanpa peduli derasnya hujan yang turun. Kunyalakan radio di mobilku sekencangnya untuk mengusir kegalauan hati dan berharap bisa mengalahkan suara hujan di luar.

"Pendengar Radio Cakrawala, tak terasa Hari Valentine kembali datang menyapa. Apakah kita sudah menyiapkan diri kita menyambutnya?" Terdengar suara pembawa acara dari radio yang kunyalakan itu.

"Ada sebuah pepatah mengatakan, percintaan berasal dari persahabatan. Namun bila sudah mendapatkannya, kita tak boleh lagi memutuskannya. Apalagi sampai kembali lagi menjadi persahabatan. Namun bila ada yang mengalaminya, jangan bersedih, karena persahabatan itu selalu indah."

"Bagi pendengar, lagu ini menceritakan tentang sebuah hubungan percintaan yang berubah menjadi persahabatan. Inilah lagu persembahan dari kami untuk semua pendengar Radio Cakrawala, Shi Nian, Sepuluh Tahun, yang dinyanyikan oleh Eason Chan. Selamat mendengarkan!"

Begitu suara pembawa acara tersebut menghilang, sebuah alunan musik terdengar menggantikannya. Tak lama kemudian lagu tersebut pun dinyanyikan.


十年
shí nián
(Sepuluh Tahun)


如果那两个字没有颤抖
rú guǒ nà liǎng ge zì méi yôu chàn dô
我不会发现我难受
wô bù huì fā xiàn wô nán shòu
怎么说出口也不过是分手
zên me shuō chū kôu yê bù guò shì fēn shǒu

(Jikalau dia tidak mengucapkan kata-kata menggetarkan itu, aku takkan menyadari kesakitanku. Tak peduli bagaimana kita mengungkapkannya, hal ini hanya akan berakhir dengan putusnya hubungan).


如果对于明天没有要求
rú guô duì yú míng tiān méi yôu yāo qiú
牵牵手就像旅游
qiān qiān shôu jiù xiàng lü^ yóu
成千上万个门口总有一个人要先走
chéng qiān shàng wàn gè mén kôu zông yôu yī ge rén yāo xiān zôu

(Jikalau kamu bertanya tentang ketidakpastian esok, memegang tangan ini ibarat berkelana. Akan terdapat ribuan pintu, tapi seseorang harus keluar di tempat yang pertama).


怀抱既然不能逗留
huái bào jì rán bù néng dòu liú
何不在离开的时候
hé bù zài lí kāi de shí hòu
一边享受一边泪流
yī biān xiâng shòu yī biān lèi liú

(Andai kita tak bisa bersama dalam pelukan ini, mengapa tidak kita pisahkan saja kesenangan dengan penderitaan).


十年之前
shí nián zhī qián
我不认识你你不属于我
wǒ bù rèn shi nǐ, nî bù shû yú wô
我们还是一样陪在一个陌生人左右
wômen hái shì yí yàng, péi zài yī gè mò shēng rén zuô yòu
走过渐渐熟悉的街头
zôu guò jiàn jiàn shú xī de jiē tóu

(Sepuluh tahun yang lalu, aku tak mengenalmu, kamu bukan milikku. Kita adalah sama, berjalan berdampingan dengan orang asing).


十年之后
shí nián zhī hòu
我们是朋友还可以问候
wǒ men shì péng you hái kě yǐ wèn hòu
只是那种温柔再也找不到拥抱的理由
zhǐ shi na zhǒng wēn róu zài yě zhǎo bù dào yōng bào de lǐ yóu
情人最后难免沦为朋友
qíng rén zuì hòu nán miǎn lún wéi péng you

(Sepuluh tahun kemudian, kita menjadi teman. Kita masih bisa saling menjaga, tapi tidak menemukan alasan untuk berpelukan satu sama lain. Cinta kita telah kembali menjadi persahabatan).


直到和你做了多年朋友
zhí dào hé nǐ zuò le duō nián péng you
才明白我的眼泪
cái míng bai wǒ de yǎn lèi
不是为你而流也为别人而流
bú shì wéi nǐ ér liú yě wéi bié rén ér liú

(Setelah bertahun-tahun menjalin persahabatan, akhirnya aku mengerti bahwa, jikalau air mataku tidak disebabkan olehmu, aku pasti telah menangis untuk orang lain).



Aku tak lagi kuasa menahan air mataku saat lagu Shi Nian mengalun di telingaku. Pun aku tak sanggup untuk menutup telinga ini. Semua yang dinyanyikan Eason Chan, semuanya, terjadi padaku, selama hampir sepuluh tahun ini.

Sepuluh tahun pertama aku mengenal Kelly dan kami masih belum menyadari ketertarikan kami satu sama lain. Sepuluh tahun bertemu kembali, saat kami sudah saling menyadari dan berharap, keadaan memaksa kami untuk menjadi sahabat sejati.

Air mataku menetes deras seakan ingin bersaing dengan derasnya hujan di luar sana. Untungnya saat itu, aku hanya sendiri di dalam mobilku. Sendiri, ditemani lagu sendu ini.

Malam Valentine tahun ini terasa sendu. Sesendu hati dan perasaanku.

TAMAT.

Sabtu, 30 Oktober 2010

Cerpen Horor: Jangan Hapus Aku...

24 September 2010...

Kabar tentang kematian temanku yang begitu mendadak kudapat membuatku tersentak. Betapa tidak? Kami baru saja bersama-sama melewati malam minggu di arena bowling di Jaya Ancol Bowling hingga larut malam, yang dilanjutkan dengan makan malam bersama di restoran langganan kami di Pecenongan.

Pagi itu seperti biasanya, aku bersiap-siap hendak berangkat kerja. Baru saja aku selesai mandi dan berpakaian, ketika kuaktifkan kembali ponselku yang kumatikan dari semalam untuk diisi baterainya melalui charge.

Beruntun masuk beberapa pesan secara bersamaan yang membuatku harus menunggu sebentar sampai semuanya selesai masuk, barulah kubaca satu persatu pesan yang masuk itu.

"Wan, jangan lupa bawa laporan buat nanti siang ya. Bisa-bisa kita kena kopi pahit lagi nih pagi-pagi."

"Hermawan Sayang, jangan lupa sarapan ya. Kalau sudah sampai di kantor, kasih kabar aku ya. Nanti siang aku mau makan bareng lagi."

"Wan, susah banget sih hubungi lu. Gue hubungi lu dari tadi pagi, gak masuk-masuk. Gue mau kasih tau lu kalo Lisa udah gak ada. Hubung gue balik ye."

"Hah? Lisa meninggal? Yang bener aja?" Aku berkata tak percaya.

Sontak tanganku dengan lincahnya menekan beberapa tombol di ponselku dan menunggu hubungan tersambung.

"Bang, maksud sms lu apaan sih?" Tanyaku tanpa basa-basi lagi saat temanku mengangkat sambungan.

"Hape lu kenapa lagi, Wan? Gue hubungi lu dari pagi, susah banget."

"Low batt. Gue charge semalaman."

"Lu beli hape abal-abal sih. Orang mah beli di konter gitu, lu beli di abang-abang."

"Maklum lah, hape murahan, cuma tiga ratus ribuan. Emang kayak lu yang pake Blackberry."

Terdengar temanku tertawa dari seberang.

"Yang bagus kan udah gue kasih ke Jenny. Gue pake yang jelek aja."

"Sama jelek dengan yang punya." Sahut temanku dari saluran seberang. "Udah baca kan sms gue?"

"Justru gue telepon lu mau nanya. Lisa kenapa?"

"Lisa meninggal."

"Hah? Jangan bercanda lu!"

"Sumpah disamber busway deh gue kalo boong. Lagian buat apa juga gue boongin lu kaya gini? Gak ada untungnya buat gue..."

"Kok bisa? Kenapa?"

"Gagal jantung!"

"Ya Tuhan! Kapan?"

"Tengah malam tadi, kurang dua menit jam 12 malam."

"Sekarang Lisa dimana?"

"Di Rumah Duka Gatot Subroto. Lu mau jenguk?"

"Mau, tapi tunggu gue pulang kantor dulu."

"Oke, kalo gitu nanti kita ketemu di Gatsu aja, jam 6 bisa?"

"Bisa. Gue akan kesana."

"Oke. Sampai nanti malam, Wan." Sambungan diputuskan temanku dari seberang.

"Gila. Gak nyangka. Padahal masih muda dan baru aja putus." Gumamku sambil melanjutkan persiapan untuk pergi kerja.

Sepanjang perjalananku, dari berjalan menuju halte busway, di dalam busway hingga tiba di kantor, pikiranku terus teringat kepada Lisa, temanku yang kukenal bertahun-tahun lalu itu.
Aku, Bambang dan Lisa adalah teman satu sekolah semasa SMA. Setelah lulus, aku dan Bambang melanjutkan kuliah di Universitas Bunda Mulia, sedangkan Lisa mengambil Jurusan Akuntansi di Universitas Tarumanegara.

Aku dan Bambang sempat bersaing memperebutkan Lisa, namun ternyata Lisa justru tertarik dan berjalan dengan kakak kelas di kampusnya. Hubungan keduanya berjalan hingga nyaris enam tahun, namun belum ada tanda bahwa Lisa akan dilamar. Hingga akhirnya sebulan yang lalu, Lisa mengajakku curhat dan menceritakan bahwa dia sudah putus dengan cowoknya. Lisa mengetahui pacarnya selingkuh dengan wanita lain. Sakit hati dan isak tangis menghiasi curhat Lisa malam itu melalui telepon kepadaku.

Sayangnya aku telah menemui seorang gadis yang menjadi tumpuan hatiku. Jenny, gadis yang kutemui di busway dan ternyata bekerja di kantor seberang tempatku bekerja. Sedangkan Bambang telah memutuskan untuk tetap jomblo hingga detik ini.

Setelah menyapa beberapa teman kantorku, aku tak sabar untuk segera duduk di depan komputer di mejaku. Kunyalakan komputerku dan menunggu sesaat sampai semuanya siap digunakan. Lalu aku mengakses ke internet dan masuk ke situs jaringan sosial Facebook.

"Lisa. Lisa Gustina. Mana?" Gumamku sambil terus mencari nama Lisa dari daftar teman di akun Facebook-ku yang berjumlah enam ratusan itu. "Nah, ini dia."

Mataku mulai membaca baris demi baris kalimat yang tertulis di dinding akun Lina. Semua komentar dan posting yang isinya adalah belasungkawa dari teman-teman terdekatnya. Sementara starus di akun Lina sendiri kosong, tak berisi apapun.

"Lisa meninggal Kamis malam, 23:58 karena gagal jantung. Sempat dirawat selama 4 hari di RS Gatot Subroto, namun semalam, Lisa pergi mendadak meninggalkan kita. Dokter tak bisa berbuat apa-apa lagi." Aku membaca postingan di dinding akun Lisa.

"Kami sekeluarga sangat kehilangan Lisa. Bagi yang ingin datang menjenguknya, Lisa disemayamkan di Rumah Duka Gatot Subroto Ruang H. Terima kasih atas ucapan dari teman-teman Lisa semuanya." Rupanya postingan dari keluarganya.

Hari itu berlalu dengan perasaan galau di hatiku. Seorang temanku yang telah kukenal lama, kini telah tiada. Aku bekerja tanpa semangat dan berharap hari bisa cepat sore, sehingga aku bisa segera pergi melayat dan memberi penghormatan untuk terakhir kalinya.

Saat makan siang bersama Jenny, aku menceritakan kabar kepergian Lisa kepadanya. Tak urung, Jenny pun terperanjat mendengarnya. Karena Jenny sendiri masih ikut hang-out bersama akhir pekan kemarin.

"Wan, maaf ya, aku gak bisa ikut nanti sore. Kerjaanku banyak. Masih ada laporan keuangan yang harus kuselesaikan untuk meeting Senin nanti. Jadi aku harus lembur." Kata Jenny saat makan siang. "Tadinya aku mau datang Sabtu besok, tapi kupikir lebih baik aku selesaikan hari ini dan besok aku bisa beristirahat."

"Ya, gak apa-apa kok." Sahutku. "Kalau pulang bersama, bisa gak?"

"Itu mungkin bisa." Jenny tersenyum. "Nanti jemput aku ya kalau sudah pulang dari rumah duka."

"Ya, pasti." Jawabku. "Kita janjian di Halte Harmoni lagi ya."

Sisa hari kulewati dengan perasaan tidak tenang. Aku pun meluangkan waktu untuk mengucapkan belasungkawa di akun Facebook Lisa, walaupun sorenya aku masih akan melayatnya untuk yang terakhir kalinya.

"Lisa. Gue gak nyangka lu akan secepat ini pergi. Kaget gue waktu tau ini semua. Padahal lu masih sempat curhat tentang cowo lu dan hang-out bareng Sabtu kemarin. Gue gak nyangka kalo itu akan jadi momen terakhir kita. Gue akan kehilangan semuanya dari lu. Jutek lu. Senyum lu. Tangisan lu. Semuanya. Selamat jalan, Lisa. Semoga lu tenang di alam sana. Semoga amal ibadah lu selama ini diterima di sisi-NYA. RIP."

Setelah komentarku di posting di dinding akun Lisa, bersama dengan ratusan postingan belasungkawa lainnya, masih ada yang harus kulakukan. Melayatnya sore ini.

"Sakit. Terlalu sakit. Hati ini bakal sakit banget kalo gue inget-inget ini semua. Memang lu udah pergi, tapi gue gak mau nambah sakit hati lagi dengan lihat Facebook lu. Ucapan-ucapan di dinding lu itu, gak bisa gue baca. Sakit banget. Gue mau lu bisa pergi dengan tenang, Lis. Sorry ya kalo gue harus lakuin ini." Aku berkata kepada diriku sendiri.

Dari akun Facebook Lisa, aku mencari ikon 'Remove from Friends' dan menekannya. Menunggu sesaat, kemudian muncul sebuah kotak bergambar foto profil terakhir Lisa dengan tulisan konfirmasi Are you sure you want to remove Lisa Gustina as your friend?

Tanpa ragu aku menekan pilihan Remove from Friends. Beberapa detik kemudian, akun Facebook Lisa tak bisa lagi kulihat postingan di dindingnya.

---------------------------------------

Sorenya aku dengan Bambang melayat Lisa untuk yang terakhir kalinya. Wajah cantiknya yang pucat terlihat tenang tertidur di dalam keranda yang sesaat lagi akan ditutup. Hari Minggu pagi, jenazah Lisa akan didoakan dalam Sakramen sebelum diberangkatkan ke pemakaman Joglo.

Aku masih sempat mengantar Lisa ke tempat peristirahatannya yang terakhir hari Minggu itu. Bersama dengan Bambang dan ditemani pacarku, Jenny, aku mengantar jenazah Lisa ke pemakaman Joglo. Disana aku sempat bertemu dengan beberapa teman semasa sekolahku dan juga mantan pacar Lisa yang datang kesana sendiri.

Walaupun kesal dengan pacarnya, namun demi menghormati Lisa dan keluarganya, aku berdiam diri dan tidak membalas perbuatannya telah mencampakkan Lisa begitu saja, hingga temanku itu menangis dalam curhatnya denganku.

Setelah upacara pemakaman selesai, Lisa pun telah beristirahat dengan tenang di dalam tanah.

"Selamat jalan, Lisa." Ucapku terakhir kali sebelum aku meninggalkan area pemakaman itu. Kembali ke kost yang kukontrak sedari aku masih kuliah dan mengistirahatkan diriku dari segala kepenatan yang menyengat di badan.

Malam menjelang. Aku pun sudah berbaring sambil ditemani musik MP3 dari DVD player, kupejamkan mataku. Kantuk mulai menyerang dan akupun tertidur tak lama kemudian.

"Hermawannn...." Tiba-tiba terdengar suara lembut yang memanggil namaku.

Aku menengok. "Suara siapa itu?"

"Her...ma....waannnnn...." Terdengar desau suara itu kembali memanggil.

"Siapa itu?" Aku mencari-cari dengan memutar badanku, namun tak kulihat ada siapapun disana.

"Herrrr.... maaaa..... waaannnnn...."

"Siapa sih?" Aku mulai kesal mendengar panggilan tak berwujud itu. Mendadak sebersit angin dingin bertiup di belakang keningku. Rasa dingin mencekam, aku menggigil, dan...

Bulu kudukku meremang!

"Heerrrr..... maaaa.... waaannnnnn....."

Aku memeluk badanku yang mendadak merinding. Keberanianku untuk menengok dan kesal, jadi hilang.

"Heerrr..... maaaa.... waaannnn..... Ini....akkuuuuuu..... Lisssaaaaaaa....." Suara itu terdengar kembali.

"Li... Lis... Lisa?" Gumamku merinding. "Dimana? Kamu... Kamu... sudah... sudah mati..."

"Keee.... naaa... paaa.... kaaaa.... muuuu.... haaaa.... pussss.... aaa...kuuuu....?" Suara yang mengaku bernama Lisa itu bergaung pelan, menambah ketakutan yang semakin mencekam pada diriku.

Mataku terbelalak. "A... Apa... Apa mak.. maksudmu..."

"Keeee.... naaaa.... paaaa..... haaaa..... ppuussss..... aaaa.....kuuuuu......?"

Dalam ketakutanku, aku mendadak teringat beberapa hari yang lalu, setelah memberi ucapan belasungkawa di akun Facebook Lisa, aku langsung menghapusnya sebagai daftar temanku.

"Keee..... naaaa.... paaaa.....?"

"A...a.... Aku...." Tak bisa kulanjutkan kata-kataku. Ketakutan membuat lidahku kelu dan kaku untuk berkata-kata.

"KENAPAAA?!!" Mendadak seraut wajah pucat dan seram muncul tepat di depan wajahku. Melotot dengan relung mata hitam dan rambut acak-acakan.

"Aaaahhhhhh!!!" Kaget bukan kepalang aku melihat wajah yang adalah wajah pucat Lisa yang kulihat di dalam peti mati itu, berada tepat beberapa inchi di depan wajahku.

Aku terbangun dan duduk di ujung tempat tidurku. Keringat dingin membasahi seluruh badanku. Nafasku terengah-engah. Tanganku gemetar. Jantungku berdetak kencang.

"Mimpi.... Aku mimpi..." Kataku menenangkan diriku. Perlahan kesadaranku kembali. Alunan musik MP3 masih berputar. Aku pun berdiri dan mematikannya.

Kusambar gelas di atas meja dan kuambil air dari dispenser di sampingnya. Air yang membasahi tenggorokanku terasa dingin, menyejukkan. Perasaanku tenang kembali.

Walaupun masih berdetak jantungku, aku mencoba tidur kembali. Kupejamkan mataku lagi. Tak berapa lama kemudian, mimpi yang sama kembali terulang.

Malam itu, aku terbangun sampai beberapa kali. Sampai akhirnya aku menyalakan ponselku yang belum penuh aku charge. Kucoba menghubungi Jenny. Tak ada jawaban. Kucoba menghubungi Bambang. Juga tak ada jawaban.

"Jam 2." Gumamku sambil membanting ponselku ke atas tempat tidur. "Aku gak bisa tidur lagi. Mimpi itu akan kembali menghantui."

Akhirnya aku melewati malam itu tanpa tidur sedikitpun. Setiap kali aku mencoba memejamkan mata, bayangan Lisa dan mimpi yang sama kembali muncul. Hingga akhirnya jam 5 pagi, aku pun beranjak keluar dari kamarku menuju kamar mandi dengan langkah lunglai.

Hari itu, hari Senin. 27 September 2010.

Aku pergi ke kantor lebih awal disana, dengan harapan aku bisa beristirahat dengan tidur sejenak di mejaku. Sekitar jam 7 pagi, aku pun sudah tiba di kantor. Hanya office boy saja yang ada disana dan menyapaku.

"Bapak keliatan lemas hari ini. Kurang tidur ya, Pak?" Tanya office boy saat melihatku.

"Ya, semalam gak bisa tidur." Jawabku. Namun selebihnya aku tidak bercerita tentang mimpi buruk yang kualami. Mimpi yang membuatku tidak bisa tidur.

Untungnya, aku tidak diganggu selama aku memejamkan mataku sekitar setengah jam lebih sebelum akhirnya teman-teman kantor datang semua dan aktivitas kantor kembali berjalan.

Aku menyempatkan diri membuka akun Facebook-ku. Ada 6 notifikasi disana dan kubuka untuk melihatnya lebih jauh.

Lisa Gustina posted on your wall.

"Hah?!" Aku terbelalak. Penasaran, aku membuka profilku dan membaca apa yang tertulis di dinding akun Facebook-ku.

"Jangan hapus aku..."

"Tidak. Tidak mungkin." Kataku tak percaya. Aku klik nama Lisa Gustina dan mendapatkan bukti aku tidak bisa melihat profilnya sama sekali.

"Dikunci!" Aku memukul meja. Teman-teman kerjaku melihatku, sebagian dari mereka menggeleng-geleng.

Saat itu, ponselku berbunyi. Telepon dari Bambang. Aku menyambar dan menjawabnya.

"Wan, lu buka Facebook deh." Itu kata-kata pertama Bambang saat sambungan ponsel terhubung.

"Kenapa? Gue lagi buka nih." Jawabku.

"Lu masuk akun gue deh. Ada yang aneh."

"Oke, bentar." Dengan tangan kiri memegang ponsel dan tangan kanan memegang mouse, aku masuk ke akun Facebook Bambang. Mataku membaca postingan di dinding akunnya.

"Lisa Gustina. Jangan hapus aku..." Aku membaca postingan di dinding akun Facebook Bambang. "Jadi lu dapet juga?"

"Dapet juga apanya?" Bambang bertanya balik. "Justru gue mau tanya apa artinya. Masa Lisa yang udah mati masih bisa nulis begini? Eh, bentar, tadi lu bilang apa? Gue juga dapet?"

"Ho oh..." Jawabku ternganga.

"Berarti lu juga dapat yang sama ya?" Sambung Bambang lagi. "Bentar gue buka Facebook lu dulu. Gak ada, bersih. Mana ada nama Lisa nulis di wall lu."

"Ada. Sumpah mati gue."

"Tulisannya apa?"

"Jangan hapus aku." Bacaku. "Sama dengan yang ada di lu."

"Jadi lu bener hapus Lisa sebagai teman?"

"Iya." Jawabku. "Lu juga?"

"Gak lah. Gimanapun juga, dia tetep temen kita, walau dia udah gak ada sekalipun."

"Lho, lho... Kok begini?"

"Kenapa, Wan?"

Aku membuka notifikasi baru yang mengatakan Lisa memuat sesuatu di dinding lagi. Saat kubuka...

"Jangan hapus aku! Jangan hapus aku! Jangan hapus aku!!"

"Gila! Gue gak percaya!" Ujarku hampir berteriak. "Jangan-jangan ini kerjaan keluarga Lisa!"

"Wan, keluarga Lisa gak mungkin tulis begituan. Kalo pun mungkin, dia gak tau lu hapus Lisa sebagai teman kan? Temannya aja banyak, ribuan gitu, mana mungkin diperiksa satu-satu."

"Bener juga ya." Jantungku mulai berdetak lagi. "Jadi ini siapa? Gak mungkin kan perbuatan Lisa? Lisa kan udah gak ada..."

Aku menceritakan mimpiku kepada Bambang, yang menanggapi dengan serius ya.

"Begitu ya? Coba aja lu add dia lagi." Sahutnya sambil tertawa. "Siapa tau kan diterima."

"Lu gila?" Tanyaku. Tapi rasa penasaran membuatku ingin melakukan saran Bambang juga. Kutekan ikon add as friend di akun Lisa.

"Bang... Bangggg...."

"Kenapa? Suara lu kok jadi gemetar begitu?"

"Lu... Lu liat akun Lisa deh..."

"Kenapa?"

"Liat... Cepetan liat..."

"Ya, ini gue udah liat. Gak ada apa-apa..."

"Foto profilnya apa?"

"Foto profil ya? Gambar Lisa yang ada di Ancol bowling itu kan?"

"Bukan... Bukan, Wan... Hiiiii...." Aku mengelus tengkukku yang mendadak meremang. "Kok gue jadi merinding gini sih?"

"Bukan apanya? Gak ngerti gue?"

"Fotonya... Foto wajah Lisa yang ada di peti mayat... Pucat..." Kataku bergetar.

"Jangan bercanda lu...."

"Serius, Bang. Barusan gambarnya berubah..."

"Hah? Berubah?" Nada suara Bambang terdengar seperti tak percaya. "Kok di gue gak sih?"

"Gak tau juga deh... Jadi serem gue..."

"Gini aja. Gue sih gak percaya, tapi gak ada salahnya dicoba. Lu coba posting di dindingnya, minta maaf kalo lu udah hapus dia."

"Gak bisa posting, Bang. Dikunci..."

"Wah, susah. Ya udah. Mending lu add aja deh. Berharap almarhumah bisa mengampuni kesalahan lu hapus dia..."

"Iya.... Iya, Bang... Gue add sekarang... Udah dulu ya, nanti gue hubungi lu lagi." Sambil memutuskan hubungan telepon dengan Bambang, dengan berusaha menghindari pandangan mata ke arah foto pucat Lisa, dan walaupun terkesan absurd, aku menekan tombol add as friend.

Tepat pada saat aku selesai menekan ikon tambah teman, satu notifikasi masuk. Aku membacanya.

"Kenapa? Kenapa tambah lagi yang sudah kamu campakkan?"

Terbelalak aku melihat itu semua! Pada saat bersamaan, setelah ikon add as friend kutekan, mendadak muncul tetesan merah di layar. Tetesan yang semakin lama semakin banyak. Merah, amis dan kental. Darah!!

Darah yang menetes membasahi celanaku!

Saat aku melihat ke layar monitor lagi, tampilan di depan layar mendadak berubah. Layar lebar monitor itu telah dipenuhi oleh wajah pucat Lisa yang memandangku sambil melotot. Persis seperti yang kulihat dalam mimpi.

"Jaaa.....ngannnnn.... haaa..... pussss..... aaaa....kuuuu....." Tampak bibirnya bergerak dan suaranya yang serak dan dingin terdengar.

"TIIDDAAAAKKKKKK!!!!!!" Aku berteriak, melompat dari kursiku dan pandanganku seketika menjadi gelap.

TAMAT

Kaz terinsiprasi menulis cerita pertamanya saat berusia 10 tahun setelah menonton film animasi Jepang. Bimbingan orangtuanya membuat Kaz di masa 3 tahun SMA menuliskan 47 puisi karyanya sendiri. Salah satu puisi Kaz masih sempat dibeli dan diterbitkan di surat kabar Pelita Brunei, 17 Juni 1998.

Kaz cukup banyak menulis cerpen, cerbung hingga ke cerita misteri, serial superhero dan serial detektif dan diposting di blog pribadinya

Salah satu cerpen yang pernah ditulis Kaz F. Li adalah Gadis Akasia. Kaz juga telah berhasil menerbitkan novel debutnya yang berjudul Jane & Jonas.

Sabtu, 23 Oktober 2010

Cerpen: Cinta Manusia Biasa

Cerpen: Cinta Manusia Biasa

Namaku Sujono. Aku seorang pria yang memiliki keadaan fisik yang bisa dikatakan tidak sempurna seperti kebanyakan orang lainnya. Luka sewaktu aku masih kecil yang terjadi pada bibirku, membuat bibirku terlihat seperti sumbing. Walau dokter sudah mengatakan sendiri sebenarnya ini bukan bibir sumbing, hanya luka biasa. Memang ada bekas jahitan di bibirku yang membuatnya terlihat miring dan agak tebal. Dokter mengatakan bibir sumbing itu adalah bibir yang terbelah hingga mengenai gusi, hidung atau langit-langit rongga mulut dan menyebabkan orang tersebut bersuara tidak seperti orang biasanya. Sedangkan aku hanya terlihat miring bibir saja, tapi suaraku normal seperti orang lainnya. Itu sekilas tentang aku.

Kejadian ini dimulai ketika aku masih duduk di bangku SMA. Tepatnya di tahun 2005 di Jakarta. Aku berkenalan dengan seorang adik kelasku yang sampai hari ini menjadi kekasihku. Sudah hampir 6 tahun kami menjalani hubungan ini. Hampir selama 6 tahun pula, kami selalu bertemu hampir setiap hari. Nama adik kelasku Intan.

Mungkin bisa dikatakan kota tempat aku tinggal sekarang ini adalah kota yang penuh kenangan aku bersama dengannya. Di kota ini, tidak seperti aku yang mempunyai keluarga dengan orang tua dan saudara kandung, Intan hanya tinggal bersama saudaranya saja. Hal ini dikerenakan orang tuanya tinggal di Kalimantan.

Maret tahun depan adalah tepat 6 tahun hubungan kami berjalan. Selama kami menjalani hubungan ini, ada orang-orang dari teman atau keluarga Intan yg tidak boleh tahu kalau aku ini kekasihnya. Intan selalu menyembunyikan hubungan ini dari keluarga dan teman-temannya. Dia selalu mengaku masih single di depan mereka semua. Aku selalu berpikir kenapa. Sedangkan hubungan ini sendiri sudah berjalan lama.

"Intan, kenapa kamu melakukan hal ini lagi?" Tanyaku pada kekasihku itu di suatu senja ketika kami menghabiskan malam minggu bersama di sebuah mall elit di Jakarta. "Hubungan kita sudah berjalan lama, hampir enam tahun. Kenapa aku sekalipun tidak diijinkan mengenal keluargamu?"

"Maafkan aku. Aku belum bisa..." Jawab Intan.

"Belum bisa apa?" Tanyaku lagi. Kutatap wajah cantiknya. "Aku bosan dengan keadaan ini. Seperti main petak umpet."

"Sampai kapan kita harus seperti ini?"Ujarku lagi. "Tiap kali kamu minta diantar, selalu minta diturunkan jauh dari tujuan. Untuk apa aku mengantarmu kalau memang kamu masih juga berjalan jauh seperti itu?"

"Cukup, Jon." Intan mengangkat wajahnya. "Jangan ungkit lagi kata-kata itu setiap kali kita bertemu."

"Apakah tidak bisa kita mesra seperti dulu lagi? Mengapa belakangan ini kamu selalu menuntut hal yang tidak mungkin kulakukan itu?"

"Tidak mungkin katamu?" Aku memalingkan wajah, tak percaya dengan omongannya. "Aku mengenalkanmu kepada keluargaku. Tapi kamu, aku tidak tahu siapa keluargamu disini. Teman-temanmu pun tak ada yang kukenal satupun."

"Kamu anggap aku ini apa?" Tambahku dengan nada kesal. "Sampah?"

"Kamu bukan sampah!" Intan menjawab tak kalah gesitnya. "Kamu sayangku."

"Tapi kenapa masih begini?" Aku meremas rambutku yang baru kupotong pendek tiga hari yang lalu. "Andai terjadi apa-apa padamu, kepada siapa aku harus bertanya? Tahu keluarga dan temanmu satupun tidak."

Intan memalingkan wajahnya ke pasangan yang berdiri di samping kami. Aku mengikuti pandangan matanya berpaling ke arah yang sama. Tampak sang pria sedang memeluk kekasihnya dan bercanda mesra sambil tertawa-tawa.

"Intan," Ujarku dengan suara lebih tenang dibanding sebelumnya. "Aku ingin kita bisa seperti mereka."

"Jon, boleh aku mengatakan yang sebenarnya?" Ujar Intan tiba-tiba. "Mungkin ini yang ingin kamu ketahui selama ini."

Aku mengangguk. "Katakanlah. Jangan buat aku seperti ini."

Intan menghembuskan nafasnya sebelum melanjutkan perkataannya. Mungkin dia terasa berat untuk mengatakannya.

"Aku sayang kamu. Sungguh sayang kamu." Intan memulai perkataannya. "Tapi ada satu yang membuatku menjadi tidak yakin..."

"Maksudmu?"

"Aku punya banyak teman dan hampir kebanyakan mereka semua sudah memiliki pasangan." Intan melanjutkan. "Coba kamu perhatikan pasangan di samping kita ini. Apa ada yang kurang pada mereka?"

"Yang kurang?" Ingatanku langsung tertuju pada satu hal.

"Ya, teman-temanku semuanya mempunyai cowok yang sempurna. Pasangan di sebelah juga, cowoknya sempurna." Kata Intan. "Sedangkan aku? Cowokku tidak sempurna. Ada cacat fisik."

"Jujur ya, Jon. Aku malu kalau harus mengenalkanmu kepada mereka semua. Apa yang harus aku dengar dari mereka? 'Intan, ternyata cowokmu seperti itu, cacat.' Aku tidak mau kamu diperlakukan begitu."

"Jadi aku memilih untuk menyembunyikanmu selama ini dari mereka semua. Maafkan aku."

Aku terdiam mendengar penjelasan Intan. Hatiku terasa dihantam godam dan hancur berkeping-keping. Badanku dingin dan perasaanku sedih mendengar pengakuannya.

"Sebenarnya sudah sejak lama ingin kukatakan hal ini padamu." Sambung Intan saat melihatku terdiam tak mampu berkata-kata. "Akhir tahun ini, aku akan pulang ke Kalimantan dan tidak akan kembali lagi kemari."

"Kenapa?" Aku menatapnya dengan bibir bergetar. Mataku mulai berkaca-kaca. "Kenapa kamu pergi?"

"Jon, masih ada yang lebih sempurna darimu. Aku akan kesana, ke kampung halamanku dan tidak akan balik lagi."

"Tidaaaakkkk!!" Aku menjerit lirih tak peduli orang-orang di sekitar kami melihat ke arah kami. "Kenapa kamu tega melakukan semua ini padaku?"

"Kenapa kamu tega pergi meninggalkanku disini?" Lanjutku. "Selama ini aku selalu berusaha melakukan yang terbaik untukmu."

"Enam tahun hubungan kita kamu akhiri semudah ini? Hanya karena kekurangan fisikku ini?"

Intan tak menjawab. Juga tak ada tetes air mata yang menitik dari matanya.

"Aku tak mau kamu pergi." Seketika aku memeluk tubuhnya, seperti tak ingin melepaskannya. "Aku tak mau kamu pergiiiii...."

Intan tak membalas pelukanku, namun sebuah kalimat meluncur dari mulutnya. "Apakah kamu mencintai aku?"

Aku mengangguk dalam pelukanku.

"Bila kamu memang mencintaiku, lepaskanlah aku. Biarkan aku mencari jalan hidupku sendiri tanpa dirimu lagi."

Itulah kata-kata terakhir Intan yang masih terngiang di telingaku. Tak ada kata perpisahan. Tak ada senyum manisnya lagi. Walaupun aku yakin dia masih ada di Jakarta ini, namun aku sudah tidak bisa menghubunginya lagi. Aku tidak tahu rumahnya yang sebenarnya. Aku tidak kenal keluarga dan teman-temannya. Hanya berbekal satu nomor teleponnya yang kini sudah tidak aktif lagi.

Awal Oktober 2010...

Waktu yang tersisa hanya kurang tiga bulan untukku. Sekarang aku tak tahu harus berbuat apa lagi. Aku seperti kehilangan segalanya, kehilangan semangat hidup, kehilangan orang yang selalu tertawa dan menangis bersamaku.

Jujur, aku tak mau dia pergi, aku masih mau menghabiskan waktuku bersama dengannya, tapi aku juga tak bisa menahan keinginannya untuk pulang.

Apakah semua yang sudah kulakukan akan menjadi sia-sia?

Apa aku akan kehilangan orang yang kusayang karena keadaan fisikku?

Selama ini aku bertahan hidup dalam kekuranganku karena dia. Apa jadinya aku menjalani hidup ini tanpa dia? Selama ini aku selalu berjuang, tak pernah menyerah untuk mempertahankan hubungan ini. Selama ini aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuknya.

Tapi mengapa sekarang dia ingin pergi dari hidupku dan meninggalkanku sendiri disini hanya karena keadaan fisikku?

Aku melangkah dengan gontai sepembawaan kaki ini. Di tengah jalan yang kulewati, sayup-sayup terdengar lagu yang sedang diputar di sebuah rumah yang sedang dibangun dan para kuli sedang bekerja. Lagu yang berasal dari radio yang mereka buka.

"masih ku ingat selalu
saat kau berjanji padaku
takkan pernah ada cinta yang lainnya
terasa begitu indah

tapi semua berbeda
saat kau kenali dirinya
sadarkah dirimu diriku terluka
saat kau sebut namanya

aku memang manusia biasa
yang tak sempurna dan kadang salah
namun di hatiku hanya satu
cinta untukmu luar biasa

andaikan saja kau tahu
aku takkan mudah berubah
aku kan bertahan selalu bertahan
sampai waktu memanggilku

aku memang manusia biasa
yang tak sempurna dan kadang salah
namun di hatiku hanya satu
cinta untukmu luar biasa

kemanakah dirimu
yang dulu cinta aku
dimanakah dirimu
yang selalu merindukanku

aku memang manusia biasa
yang tak sempurna dan kadang salah
namun di hatiku hanya satu
cinta untukmu luar biasa

aku memang manusia biasa
yang tak sempurna dan kadang salah
namun di hatiku hanya satu
cinta untukmu luar biasa
cinta untukmu luar biasa
cinta untukmu luar biasa"

Lagu itu semakin kudengar semakin membuat hati ini pedih dan sakit. Air mataku kembali menetes bila semua kenangan indah itu terlintas kembali. Aku memang manusia biasa yang tak sempurna.

TAMAT


Cerpen ini adalah request story dari seorang temanku yang ingin berbagi kisah hidupnya. Nama asli disamarkan demi kenyamanan privasi.
Saat mendengar kisahnya yang secara kebetulan sama dengan lirik lagu Manusia Biasa (Cinta Luar Biasa) by Yovie Nuno, entah mengapa cerita ini meluncur dengan sendirinya.
Bila ada kesamaan nama dan tempat, itu hanyalah kebetulan belaka.

Selasa, 17 Agustus 2010

Inilah Sebagian Yang Ada Dalam Tubuh Manusia

Inilah Sebagian Yang Ada Dalam Tubuh Manusia


Gambar-gambar sel ini di scan menggunakan scanning electron microscope (SEM), sejenis mikroskop elektron yang menggunakan gelombang elektron energi tinggi untuk men-scan suatu permukaan. Gelombang elektron dari SEM ini berinteraksi dengan atom-atom di dekat atau pada permukaan sampel yang akan diteliti, dan menghasilkan gambar 3-D beresolusi tinggi. Perbesarannya dari 25X hingga 250.000X. Detail dari benda berukuran 1 - 5 nm dapat dengan mudah dideteksi, termasuk bentuk dari sel telur, sel darah merah, atau embrio bayi manusia.

Sel-sel Darah Merah



Bentuknya seperti permen cinnamon, gambar di atas adalah jenis yang paling umum dari sel darah di tubuh manusia - sel darah merah (red blood cell-RBC). Tugasnya mengirim oksigen ke seluruh tubuh; seorang wanita mempunyai kira-kira 4 - 5 juta RBC per mikroliter (kubik milimeter) darah, sedangkan laki-laki mempunyai 5 - 6 juta RBC. Orang yang tinggal di dataran yang tinggi mempunyai lebih banyak RBC karena kadar oksigen di lingkungannya yang lebih rendah.



Helai Rambut Manusia

Perawatan rambut yang teratur dan mungkin dengan sedikit conditioner yang bagus akan mencegah rambut Anda rusak seperti ini.


Sel Otak Purkinje

Ada 100 miliar neuron (sel impuls otak) pada otak manusia, neuron Purkinje adalah yang terbanyak. Sel-sel ini adalah masternya koordinasi motorik di cerebellar cortex. Pengaruh racun seperti alkohol dan lithium, penyakit-penyakit autoimmune, mutasi genetik termasuk autisme dan penyakit-penyakit neurodegenerative dapat menyebabkan efek negatif pada sel-sel Purkinje manusia.


Sel Rambut di Telinga

Gambar ini adalah gambar sel rambut stereocilia di dalam telinga yang mendeteksi pergerakan mekanis untuk merespon vibrasi suara.


Lidah dengan Indera Perasa

Gambar di atas adalah gambar ujung indera perasa di lidah. Lidah manusia memiliki kira-kira 10.000 ujung-ujung indera perasa yang bertanggung jawab membedakan rasa asin, hambar, pahit, manis, dan asam.


Plak Gigi

Rajin-rajinlah sikat gigi, karena gambar di atas itu padalah gambar plak gigi yang kurang terawat. Hiii...


Gumpalan Darah Beku


Lihat lagi gambar sel darah merah (RBC) di atas, yang ini adalah sel-sel yang sama yang berada di suatu gumpalan darah beku. Sel-sel yang di tengah adalah sel darah putih.



Kantung Udara Paru-Paru

Ini adalah gambar permukaan bagian dalam dari paru-paru Anda. Rongga-rongga berlubang itu adalah alveoli, disinilah terjadi pertukaran udara dengan darah.



Sel Kanker Paru-Paru



Gambar ini adalah par-paru yang dirusak oleh sel-sel kanker, kontras sekali dengan gambar paru-paru yang sehat sebelumnya.



Villi (Selaput Lendir) pada Usus Kecil


Villi pada usus kecil menambah area permukaan dari usus, yang membantu dalam proses penyerapan makanan. Perhatikan sari makanan yang menempel di celah-celahnya.



Sel Telur Manusa dengan Sel-sel Korona

Gambar ini adalah gambar sel telur di atas tempat kedudukannya. Telur ini dilapisi oleh zona pellicuda, suatu glycoprotein yang melindungi telur dan juga membantu menangkap sperma. Dua sel korona terlihat menempel pada zona pellicuda.



Sperma di Permukaan Sel Telur


Gambar-gambar di atas adalah sperma-sperma yang mencoba membuahi sel telur.


Sperma dan Embrio Manusia

Kayak perang dunia, tapi gambar ini sebenarnya adalah kondisi 5 hari setelah pembuahan pada sel telur dengan sel-sel sperma tersisa yang masih ada di sekitarnya. Gambar fluoroscent ini di abadikan dengan menggunakan mikroskop confocal. Embrio dan nukleus sel sperma diberi warna ungu sementara ekor-ekor sperma yang berwarna hijau. Area yang biru adalah celah persimpangan, yang menghubungkan sel-sel tersebut.


Sel Telur yang Dibuahi

Ini adalah gambar sel telur yang dikelilingi sperma sesaat setelah terjadi pembuahan. Pronukleus laki dan permpuan dapat dilihat di tengah sebelum mereka menyatu menjadi nukleus tunggal dengan full kromosom. Segera setelahnya sel ini akan terus membelah membentuk embrio yang kompleks.


Embrio Manusia dengan 8 Sel

Embrio ini mengalami 3 siklus pembelahan sel dan masih dikelilingi oleh zona pellicuda, selapu luar yang liat.


Embrio Manusia 16 Sel

Gambar ini disebut juga morula. Embrio yang telah mengalami 4 siklus pemebelahan sel.



Embrio-embrio Manusia

Gambar ini adalah gambar kumpulan embrio-embrio, dari yang baru saja dibuahi hingga yang sudah siap ditanam di rahim.


Embrio Manusia Berumur 6 Hari


Dan akhirnya siklus kehidupan dimulai, gambar ini adalah embrio manusia yang berumur 6 hari dan mulai tertanam di dalam endometrium, di dinding rahim.




Luar biasa, ternyata tubuh kita ini dibentuk oleh miliaran sel-sel yang bersatu padu membentuk tubuh kita dan ajaibnya semuanya menjalankan fungsinya masing-masing dengan sempurna.

Senin, 16 Agustus 2010

Ditemukan! Planet Yang Kondisinya Mirip Sekali Dengan Bumi



Ditemukan! Planet Yang Kondisinya Mirip Sekali Dengan Bumi

Planet pertama yang bisa dihuni dalam ukuran dan kondisi yang sama dengan Bumi, telah ditemukan dalam satu sistem tata surya luar, sehingga kembali memunculkan kemungkinan adanya kehidupan di planet-planet lain, ungkap para ilmuwan.

Planet yang belum diberi nama itu besarnya satu setengah kali Bumi dan lima kali lebih pejal, ungkap tim astronom Eropa di Observatorium Selatan Eropa di Garching, Jerman.

"Kami sudah menaksir bahwa suhu rata-rata super-Bumi ini antara 0 hingga 40 derajat Celsius, karena itu air dalam keadaan cair," kata Stephane Udry dari Observatorium Jenewa.

"Model-model memberi perkiraan bahwa planet itu kemungkinan berbatu-batu seperti Bumi kita atau ditutupi samudera." katanya kepada DPA.

Planet itu terletak di sekitar bintang yang disebut Gliese 581, sekitar 20,5 tahun cahaya dari sistem tata surya Bumi dan termasuk 100 bintang terdekat dari Matahari.

Walau planet itu lebih dekat kepada bintangnya dibandingkan dengan jarak Bumi ke Matahari, kedua planet sama mempunyai kondisi serupa karena Gliese 581, yang disebut "kurcaci merah", ukurannya lebih kecil dan lebih dingin.

Satu tahun planet tersebut sama dengan 13 hari di Bumi.

"Kurcaci-kurcaci merah, cocok untuk mencari planet-panet sejenis karena mereka memancarkan cahaya lebih sedikit, dan mereka juga punya jarak yang lebih dekat ke zona yang bisa dihuni, dibanding matahari kita," kata Xavier Bonfils dari Universitas Lisabon.

Lebih dari 200 "eksoplanets" - planet di luar tata surya Matahari, ditemukan dalam 12 tahun terakhir. Kebanyakan adalah gas padat yang sangat besar mirip Jupiter.

Xavier Delfosse dari Universitas Grenoble di Prancis mengatakan planet temuan baru itu dapat dihuni dan pasti menjadi sasaran bagi misi luar angkasa mencari mahluk luar angkasa di masa depan.

"Air dalam bentuk cair sangat penting bagi kehidupan," katanya. "Bagai peta harta karun, orang akan menandai planet ini dengan tanda X."

Find This Blog